Selasa, 20 Oktober 2009

SEBUAH AMANAH UNTUK PEMIMPIN

Apakah pemimpin sama dengan penguasa? Jika didengar selintas saja, kata Penguasa dan Pemimpin mungkin memiliki arti yang sama. Namun jika kita mendalami lagi arti kedua kata ini kita akan menemukan perbedaan yang cukup jauh. Pemimpin artinya yang memimpin. Sedangkan Penguasa artinya yang menguasai. Pemimpin identik dengan Sang pemimpin yang bertangan dingin, ramah dan adil sedangkan. Penguasa identik dengan seorang penguasa yang bertangan besi, diktator, egois dan dzolim. Dalam kamus bahasa Indonesia, pemimpin adalah orang yang memimpin sedangkan penguasa adalah orang yang mendapat kuasa. Kata pemimpin berasal dari pimpin yang berarti “bimbing” atau “tuntun”. Sedangkan penguasa berasal dari kuasa yang berarti “mampu; kemampuan; hak menjalankan sesuatu; mandat”. Jadi, pemimpin adalah orang yang memberikan bimbingan dan tuntunan, sedangkan penguasa adalah orang yang mampu atau memiliki kemampuan untuk menjalankan sesuatu, atau orang yang diberi mandat untuk melakukan sesuatu. Tugas pemimpin atau penguasa adalah menjadikan lebih baik orang-orang yang dipimpin atau dikuasainya. Kebaikan itu dapat berupa kejujuran, etika, disiplin, intelektualitas, integritas,dan lain-lain. Pemimpin, membimbing dan menuntun, serta menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpin. Penguasa, dengan mandat yang dimilikinya menjadikan orang-orang yang dikuasainya mampu menjalankan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kemampuan itu dapat berupa meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, persamaan derajat, kemerdekaan, dan lain-lain.
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu seperti apa yang telah disabdakan Rasulullah, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1. Niat yang Lurus
Ketika menerima tongkat kepemimpinan hendaknya dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah dperintahkan Allah. Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah sebuah amanah yang mengandung tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
2. Laki-Laki
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita” (Riwayat Bukhari dari Abu BakarahRadhiyallahu’anhu).
3. Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Berpegang pada Hukum Allah.
Wajib bagi seorang pemimpin untuk berpegang pada hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah sesuai dengan firmanNya, berikut ”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (Al-Maaidah:49). Jika seorang pemimpin meninggalkan hukum Allah, maka kedzolimanlah yang akan muncul.
5. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
6. Tidak Menutup Diri Saat Diperlukan Rakyat.
Sesuai dengan hakikat bahwa seorang pemimpin memegang sebuah amanah maka hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
7. Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8. Tidak Menerima Hadiah.
Hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya karena sudah dapat dipastikan bahwa tersimpan maksud tersembunyi atas pemberiannya itu. Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.”(RiwayatThabrani).
9. Mencari Pemimpin yang Baik.
Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu). Yaitu pejabat yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abusaid Radhiyallahu’anhu).
10. Lemah Lembut.
Doa Rasullullah,” Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
11. Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat.
Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Tidak semua orang bisa menjadi pemimpin dan penguasa. Pemimpin dan penguasa adalah peran yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar tunduk dan patuh dengan peraturan yang telah ditetapkan. Karena itu, menjadi pemimpin atau penguasa harus memiliki kemampuan untuk membuat kehidupan atau orang lain agar menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Untuk tujuan memperbaiki kehidupan yang lebih baik, seorang muslim tidak boleh mengelak dari tugas kepemimpinan, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat”(HR.Ahmad).
Seseorang dapat menjadi pemimpin apabila ia memiliki potensi dibawah ini :
1) kelebihan dibanding yang lain
2) memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu, dan
3) memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif bijaksana.
Secara sosial seorang pemimpin adalah penguasa, karena ia memiliki otoritas dalam memutuskan sesuatu yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Namun menurut islam, seorang pemimpin hakekatnya adalah pelayan dari orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum). Pemimpin yang berakhlak rendah akan cenderung menekankan dirinya sebagai penguasa, sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan. Rasulullah Saw bersabda: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”. (HR.Abu Na'im). Banyak para pemimpin berperilaku dzolim. Mereka hanya menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia, korupsi, kolusi dan nepotisme yang tidak sesuai dengan aturan kebenaran serta banyak pula yang bertindak sewenang-wenang terhadap yang dipimpinnya. Para penasihat yang buruk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin menjadi dzolim. Jika orang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu. Rela dan mudah terpengaruh pada tekanan internasional, juga menjadi penyebab pemimpin berlaku dzolim. Jika pemimpin-pemimpin sesat telah memimpin, maka manusia akan berada pada penyesalan yang tiada tara seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya. “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul." (QS al Ahzab [33]: 66)
Menjadi pemimpin atau penguasa berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, Oleh karena itu, sebagai pemimpin haruslah memiliki akhlak yang tinggi dan mulia agar ia mampu memegang amanah yang diembannya. Sehingga dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak sekedar sebagai penguasa yang cenderung mendzolimi dan sewenang-wenang terhadap yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda: “Khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya” (HR. Thabrani). Seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar